http://jkt.web.id/ – Dalam kehidupan sehari-hari di era moderni ini, tak jarang setiap harinya baik saya ataupun anda pasti selalu saja bersentuhan dengan yang namanya brand/merek.
Wah… gimana tuh rasanya bersentuhan dengan merk? Nih salah satu contohnya; Saat kita bangun, dan membuka mata, pasti hal pertama yang dilakukan adalah? Ya, mengecek jam di HP, yang brand-nya bisa saja dari Apple, Samsung, Sony, Microsoft, Asus, atau Oppo.
Lalu setelah itu pasti pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka dengan sabun yang mungkin brand-nya dari Ponds, Nivea, Garnier, dan Wardah. Kemudian, menggosok gigi dengan pasta gigi dengan brand yang seperti; Pepsodent, Ciptadent, dan Close Up. Begitulah kira-kira aktivitas di pagi hari pada umumnya.
Dari kisah pago hari di atas saja kita sudah hampir melihat 3-5 Brand, dan itu hanya dimulai pada saat kita terbangun sampai ke kamar mandi, dengan durasi hampir kurang dari satu jam. Gila ‘kan?
Nah Arto Soebiantoro pun dalam bukunya yang berjudul “Merek Indonesia Harus Bisa” menambah kuat argument saya dengan mengatakan bahwa jika anda seorang pekerja kantoran, maka dalam sehari anda bisa bersentuhan dengan 45 merk atau ia sebut dengan 24 jam branding .
Untuk itulah kita wajib tahu bahwa kehidupan kita sekarang ini tidak bisa luput dari yang bernama Merk. Namun saying, “Apa sayang?” Sayangnya, meski keseharian kita selalu berdampingan dengan hal tersebut, tapi masih saja pemahaman kita tentang brand dan branding masih minim.
Maka dari itu, di dalam tulisan yang simple ini saya akan coba ulas hal tersebut secara ringkas dan jelas.
Kita awali dengan sebuah pengalaman, sebab cek gu sayeu kateu pengalaman adalah guru yang terbaik. Maka saya bagi sedikit pengalaman itu, suatu ketika saya pernah bertanya pada teman saya bernama Jalu, ia seorang mahasiswa yang hobi-nya beli barang-brang branded.
Saya pun tanya; “ tahu gak apa itu brand?’ dan dengan santainnya dia menjawab “Tahulah, brand itu logo, kan?”. Tak puas dengan jawaban itu, saya pun bertanya tentang pertanyaan lain, “eh, tahu gak apa itu branding?” lantas dia kembali menjawab “branding itu promosi, gitu aja gak tahu.”
Apakan Anda Tahu Perbedaan BRAND dengan BRANDING ?
Dari percakapan tersebut apabila diibaratkan teman saya adalah seorang responding dari sample sebuah penelitian berjudul “Pengetahuan Mahasiswa Hits tentang Brand dan Branding”, maka jelas bahwa pemahaman dia tentang brand dan branding hanya terfokus pada dua kata, yaitu “logo” dan “Promosi”.
Nah sebenarnya apa sih brand dan branding itu?
Brand/merek adalah sebuah nama, gambar, tampilan, ciri khas, dan kata-kata yang dibuat untuk membedakan produk suatu perusahan dengan kompetitor lainnya.
Sedangkan branding adalah sebuah pola komunikasi yang dibangun sebagai upaya untuk menyampaikan identitas, tujuan, misi, janji, posisi, suara melalui brand yang dimilikinya. Kedua hal tersebut pun memiliki keterikatan yang kuat, sebab dari proses branding yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dapat menciptakan sebuah brand untuk dipublikasikan.
Apakan Anda Tahu Perbedaan BRAND dengan BRANDING ? Contoh lainnya saya coba ceritakan sebuah kisah di sini, waktu itu saya bersama keluarga sedang menonton sebuah acara lawak yang biasa diputar di jam 08.00 s/d – 09.00 malam di Televisi swasta. Kelucuan para pemainnya sungguh mengocok perut, kami pun tertawa terpingkai-terpingkai.
Salah satu adegan yang membuat kami tertawa lepas, adalah saat seorang pemain menirukan gaya ala hiburan jalanan topeng monyet di acara tersebut, sungguh lucu mereka saat bermain dalam adegan itu.
Tapi ada salah seorang anggota keluarga kami yang tidak tertawa pada saat melihat adegan tersebut. Ia hanya terbengong dan terlihat sedang berpikir, lalu bertanya “emang sarimin siapa ya? Kenapa tiap kita denger nama itu, pikiran kita langsung ngebayangin seorang monyet yang menari diiringi musik di pinggir jalan. Padahal, mungkin aja, sarimin itu nama manusia beneran, bukan seorang monyet.”
Mendengarkan perkataan tersebut, saya langsung berpikir pula “iya juga kata dia, kenapa kita sampai ketawa hanya karena mendengar nama sarimin, dan orang-orang di TV itu langsung menirukan gaya topeng monyet.”
baca juga
Lalu, siapa dan apakah Brand Sarimin itu?
Seteleah kejadian itu pun pikiran saya tak henti-hentinya berpikir tentang sesok sarimin. Jawaban atas pemikiran itu lalu saya temukan dalam buku Arto Soebiantoro di atas, yang mengatakan bahwa “Sarimin adalah sebuah hiburan, itulah persepi saya dan sebagian besar anak Indonesia terhadap atraksi jalanan ini sampai sekarang. Sama halnya dengan branding, usaha tentang membangun mereka dimulai dengan menciptakan persepsi”.
Waktu kita berbicara tentang nama “sarimin” maka persepsi yang ditimbulkan pertama kali adalah seorang monyet yang membuat pagelaran di jalanan. Begitu pulalah sebuah brand melaksanakan proses branding-nya adalah untuk menciptakan persepsi yang ingin ditimbulkan oleh perusahaannya.
Maka dari itulah, kiranya sudah ringkas apa yang saya sampaiakan di paragraph-paragraf sebelumnya. Mulai sekarang, jangan sampai anda hanya menilai sebuah brand dari logo, dan branding dari sebuah cara promosi. Sebab saya yakin sekarang anda sudah tahu apa perbedaan dari kedua hal tersebut. (IAS)